Sabtu, 19 Januari 2013

Perbandingan Pendidikan Islam dan Barat


 TUGAS INDIVIDU
 Penulis : Majdi Al Husainy 

Perbandingan Pendidikan Islam dan Barat
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu unsur yang sangat penting terhadap pembentukan karakter dan pembangun  peradaban suatu bangsa. Setidaknya ada tiga faktor pembentukan sebuah peradaban yaitu pandangan hidup (worldview), ilmu pengetahuan (science) dan salah satunya adalah pendidikan (education). Kaitan antara ketiga faktor tersebut merupakan vicious circle (lingkaran setan). Artinya pandangan hidup dapat lahir dan berkembang dari akumulasi ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan.

Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai pendidikan. Paham rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga out put yang ‘dihasilkan’ pun berbeda.

Tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa Pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua segi; pertama, dari sudut pandang masyarakat (community perspective), dan kedua, dari segi pandangan individu (individual perspective). Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.

Jadi, Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya. Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan membangun masa depan bangsa

PERBAHASAN

Pengertian Pendidikan Islam

Dr. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education); akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Sedangkan Prof. Dr. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.

Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan , yaitu:


1.     Potensi psikologis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.

2.     Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima\’iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.

Dari pendapat dua tokoh Islam diatas dapat diambil kesimpulan  bahwa pendidikan Islam, bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan Islam secara jelas.

Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang asasi, yaitu :

a.    Tujuan-tujuan individual, seperti pertumbuhan yang diinginkan pada pribadi mereka, serta pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan akhirat.

b.    Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku masyarakat umumnya.

c.    Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.

Meskipun demikian tujuan akhir sebuah pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup seseorang Muslim. Karena Pendidikan Islam itu hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan tujuan akhir. Dan tentunya tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya harus berangkat dari dasar-dasar pokok pendidikan dalam ajaran Islam, yaitu keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan, keaslian, bersifat praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting adalah tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi, malah juga pada lembaga-lembag pendidikan non formal.

Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam mempunyai beberapa karakteristik yaitu

·         pertama, Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap Muslim dan muslimat. 

·         Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. 

·         Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
·         Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum. 

·         kelima, penyesuaian terhadap perkembangan jiwa, dan bakat anak. keenam, pengembangan kepribadian serta penekanan pada amal saleh dan tanggung jawab.

Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.


Pengertian Pendidikan Barat

Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Prancis ini menjadikan rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran.

Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya

Menurut Syed Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.

Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat,
·         pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia;
·         kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran; 
·         ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular;
·         keempat, menggunakan doktrin humanisme
·         kelima, menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di Barat.



Pengaruh Perkembangan Pendidikan Barat dan Islam di Indonesia
Pada awalnya, Belanda memberlakukandua sistem yaitu :- sistem tanam paksa- sistem ekonomi liberal .Namun, keduanya tidak berdampak positif  bagi Indonesia, justru memberi keuntungan yang lebih besar untuk Belanda
Untuk mengatasi penderitaan rakyat Indonesia,Van de Venter bersama dengan golongan humanis dll. mencetuskan Politik Ethis yang meliputi :- edukasi- irigasi- migrasi
Dalam pelaksanaan politik ethis, terjadi berbagai penyimpangan yaitu :- edukasi harusnya ditujukan untuk seluruh rakyat, tetapi kenyataannya hanya ditujukan kepada golongan bangsawan dan dipersiapkan untuk mencetak pegawai rendahan- irigasi untuk sawah rakyat, tetapi dialihkan untuk mengairi perkebunan Belanda- migrasi dilakukan untuk menyejahterakan rakyat, namun disalahgunakan supaya rakyat menjadi buruh di perkebunan milik Belanda
Seiring dengan kemajuan ekonomi danperusahaan-perusahaan Belanda diIndonesia, akhirnya menyadarkan pemerintah Belanda bahwa Indonesia kekurangan akan tenaga ahli dan terdidik.Belanda membangun sekolah-sekolahseperti Volkseh School, Iulaudseh School,dll.
Melihat perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah Belanda, pihak swasta ingin ikut mengembangkan pendidikan juga lewat pembangunan sekolah seperti :- Taman Siswa- Ksatrian Institut- INS Kayu Tanam- Perguruan Rakyat
Perkembangan pendidikan yang dilakukan oleh pihak swasta berhasil mengembangkan budaya nasional untukmengimbangi pengaruh budaya Barat
 Sekolah swasta di Indonesia biasanya berupa sekolah agama seperti madrasah. Sekolah swasta di Indonesia berkembang dengan pesat. Kebanyakan sekolah swasta pribumi bersifat ANTI KOLONIAL
Akibat dari meluasnya pendidikan diIndonesia adalah : timbulnya corak ideology Perkembangan pendidikan di Indonesia sangat erat dikaitkan dengan kebangkitan Islam dan pelaksanaan politik ethis
Dampak penting pelaksanaan politik ethis pada bidang edukasi adalah :- masuknya sistem pendidikan barat ke Indonesia (sistem pendidikan Belanda, sampai sekarang masih dipakai)- berdirinya sekolah-sekolah mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi, swasta maupun pemerintah- munculnya golongan terpelajar atau cendekiawan







KESIMPULAN

Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan adanya kesenjangan pola berfikir yang digunakan para ilmuwan mereka sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika sumber dan metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah empiris, rasional dan cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan kitab suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari kitab suci al-Qur’an yang diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw, serta ijtihad para ulama.

Jika Westernisasi ilmu hanya menghasilkan ilmu-ilmu sekular yang cenderung menjauhkan manusia dengan agamanya, maka Islamisasi ilmu justru mampu membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani pribadi muslim yang akan menambahkan lagi keimanannya kepada Allah SWT.


DAFTAR PUSAKA

Konsep Pendidikan dalam Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas ,1980

Karakter Pendidikan Islam vs Pendidikan Barat Muhammad Deden Suryadiningrat , Januari 2011

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA


TUGAS INDIVIDU
Penulis :Fauzzia Umron

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA

A.    Gambaran Umum Permasalahan Pendidikan Indonesia
Pendidikan merupakan suatu diskursus yang terpenting dan menempati posisis sentral dalam bidang kajian sosiologi. Dalam sosiologi pendidikan inilah kemudian dibahas berbagai masalah tentang pendidikan  dengan tujuan mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik (Nasution, 1983). Pendidikan bukan hanya terpusat pada instansi pendidikan saja melainkan juga pada tri pusat pendidikan yaitu pendidikan dalam keluarga, pendidikan dilembaga pendidikan formal (sekolah dan kampus/universitas) serta pendidikan di masyarakat.[1]
Namun, dalam makalah ini kami lebih mengutamakan pengkajian lembaga pendidikan formal.Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelebaran pokok pembahasan, selain itu pada umumnya lembaga pendidikan formal memiliki peran terbesar dalam pembentukan karakter pelajar hal ini disebabkan oleh banyaknya waktu yang dihabiskan pelajar dalam kehidupan sehari-harinya.
Kenakalan remaja (jevenile delinquency) bukanlah murni disebabkan oleh kesalahan  pelajar atau siswa, melainkan kenakalan remaja muncul dari permasalah multidimensional dalam diri pendidikan itu sendiri. Asumsi dasarnya adalah individu merupakan representasi dari masyarakat, sebagaimana konsep fakta sosial Durkheim: “Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagaimana sebuah paksaan ekternal; atau bisa dikatakan fakta sosial adalah keseluruhan cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individu.” (Durkheim, 1895/1982:13).[2]
Dari pernyataan Durkheim itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa, tejadinya  menyimpangan kepribadian pelajar dari norma-norma masyarakat tersebut bersumber dari pengaruh eksternal yang terjadi diluar individu (pranata, institusi, sosial dan lain sebagainya). Sehingga dapat dikatakan penyimpangan dalam diri pelajar ataupun generasi merupakan hanyalah akibat dan bukanlah pokok penyebab atau persoalan.Sehingga dalam menganalisis pendididkan diperlukan kesatuan global dari sistem-sistem dalam masyarakat.
B.     Munculnya Masalah Pendidikan Yang Mendasar
berbagai macam penyebab munculnya masalah pendidikan yang mendasar didalam pendidikan indonesia antara lain:
1.      Minimnya Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan
Sampai saat ini 88,8 persen sekolah di indonesia mulai SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal.[3] Pada pendidikan dasar hingga kini layanan pendidikan mulai dari guru, bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran dan pengayaan, serta buku referensi masih minim. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) baru 3,29% dari 146.904 yang masuk kategori sekolah standar nasional, 51,71% katekori standar minimal dan 44,84% dibawah standar pendidikan minimal. pada jenjang SMP 28,41% dari 34.185, 44,45% berstandar minimal dan 26% tidak memenuhi standar pelayanan minimal. Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan di indonesia tidak terpenuhi sarana prasarananya.
Dari data diatas menggabarkan bagaimana lembaga pendidikan kurang memfasilitasi bakat dan minat siswa dalam mengembangkan diri.Akibat tidak tersedianya fasilitas tersebut para pelajar mengalokasikan kelebihan energinya tersebut untuk hal-hal yang negatif, misalnya tawuran antar pelajar, kelompok-kelompok kriminal yang umumnya meresahkan masyarakat. Setidaknya ada dua dampak dari kurangnya sarana dan prasaranan pendidikan yaitu:
Ø  Rendahnya Mutu Output Pendidikan
Kurangnya sarana pendidikan ini berdampak pada rendahnya output pendidikan itu sendiri, sebab di era globalisasi ini diperlukan transormasi pendidikan teknologi yang membutuhkan sarana dan prasaranan yang sangat kompleks agar dapat bersaing dengan pasar global. Minimnya sarana ini menyebabkan generasi muda hanya belajar secara teoretis tanpa wujud yang praksis sehingga pelajar hanya belajar dalam angan-angan yang keluar dari realitas yang sesungguhnya.
Ironisnya pemerintah kurang mendukung bahkan cenderung membiarkan tercukupinya fasilitas pendidikan.Kerusakan sekolah, laboratorium, dan ketiadaan fasilitas penunjang pendidikan lainnya menyebabkan gagalnya sosialisasi pendidikan berbasis teknologi ini.Kerusakan sekolah merupakan masalah klasik yang cenderung dibiarkan berlarut-larut dan celakanya lagi hal ini hanya sekedar menjadi permainan politik disaat pemilu saja.
Ø  Kenakalan Remaja dan Perilaku yang Menyimpang
Secara psikologis pelajar adalah masa transisi dari remaja menuju kedewasaan diamana didalamnya terjadi gejolak-gejolak batin dan luapan ekspresi kretivitas yang sagat tinggi. Jika lupan-luapan dan pencarian jati diri ini tidak terpenuhi maka mereka akan cenderung mengekspresikanya dalam bentuk kekecewaan-kekecawaan dalam bentuk negatif. Sarana pendidikan yang dimaksud disini, bukan hanya laboratorium, perpustakaan,  ataupun peralatan edukatif saja, tetapi juga sarana-sarana olahraga ataupun kesenian untuk mengekspresikan diri mereka.
Kehidupan remaja diera modern ini tentulah berbeda dengan kehidupan pada generasi sebelumnya, pelajar saat ini membutuhkan ruang gerak dalampengembangaan kematangan emosi misalanya saja grup band, sepak bola, basket, otimotif dan sebagainya. Jika, hal ini tidak dipenuhi ataupun dihambat maka akan cenderung membuat perkumpulan-perkumpulaan yang cenderung menyalahi norma.
Di indonesia sendiri masih banyak sekolah ataupun kampus yang tidak memiliki sarana penyaluran emosi ini, di UIN Sunan Kalijaga misalnya hanya terdapat tenis indor, lapangan futsal itupun tersedia digunakan seara inklusif untuk ornag-orang tertentu saja.
2.      Kontradiksi-Kontradiksi dan Kakunya Kurikulum Pendidikan
Dalam rangka mengatur dan mengendalikan pendidikan yang sangat kompleks dibutuhkan suatu batasan dan aturan dalam mengawasi mutu pendidikan suatu negara.Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan data yang tepat mengenai tingkat mutu pendidikan sebagai alat untuk merancang arah pembangunan bangsa.Sehingga pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan dengan menerapkan standar-standar pendidikan agar dapat mempermudah negara dalam melakukan pembangunan.
Kurikulum pendidikan merupakan salah satu realisasi penjamin berjalannya mutu pendidikan.kurikulum merupakan program dan isi dari suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi pengetahuan antar generasi dalam masyarakat.[4] Maksud baik pemerintah ini ternyata kurang sesuai dengan kultur dan perkembangan zaman, dikarenakan kurikulum yang sekarang dijalankan masih berbasis pada langkah teoretis dan cenderung mengesampingkan nilai praksis pendidikan. Kurikulum yang sekarang digunakan dalam proses belajar tidak jauh berbeda dengan zaman penjajahan belanda, dimana proses pendidikannya hanyalah dalam langkah teoretis dan cenderung mencetak tenaga kerja.
Standar pendidikan berupa Ujian Nasional (UN) dengan maksud menyamaratakan nilai kemajuan dari sabang sampai merauke ini justru menimbulkan ketidak adilan baru, di daerah timur Indonesia yang sangat jauh dari standar minimal itu dipaksa mengikuti standar jakarta ataupun jawa yang notabene lebih memiliki sarana pendidikan. Belum lagi kecurangan-kecurangan pendidikan dalam ujian nasional.Penentuan kelulusan yang hanya ditentukan waktu kurang dari satu minggu mendapat banyak kecaman dari masyarakat, dengan alasan pemaksaan nilai tersebut bukanlah ukuran kemajuan pendidikan justru menimbulkan tekanan batin dan kecurangan-kecurangan dalam pendidikan.
Kurikulum pendidikan indonesia kurang mengajarkan sikap kritis dan kreatif dan cenderung bersifat mendoktrin pelajar. Selain itu kurikulumnya lebih bersifat mencetak pekerja daripada menumbuhkan pembuat pekerjaan (interprener). Hal itu dibuktikan dengan superioritas guru terhadap pelajar, sehingga proses belajar bukannya transformasi melainkan doktrinasi.
Dampak yang paling nyata dari rancun dan kakunya kurikulum pendidikan ini adalah pengangguran terdidik yang semakin meningkat. Menurut data, hal ini mengindikasikan bukanlah transformasi ilmu melainkan doktrianasi ilmu
3.      Pendeskreditan Moralitas
Pendidikan moralitas merupakan suatu hal yang sangat pendting dalam mendukung pembanguanan suatu bangsa sebagai alat untuk mengimbangi globalitas dan degradasi norma dalam masyarakat. Bahkan Durkheim mengkaji  moralitas sebagai kajian pokoknya. Moralitas tentunya tidak akan hilang dari masyarakat melainkan moralitas hanya berubah dari suatu bentuk kebentuk lainnya, namun jika bentuk tersebut kacau maka akan cenderung menghambat perkembangan masyarakat.
Dalam perjalanannya banyak kasus moralitas dalam pendidikan indonesia, kasus kekerasan iini tidak hanya dilakukan sesama murid ironisnya guru juga melakukan kekerasan secara fisik kepada murid sebaimana diberitakan dimedia massa. Tentunya kekerasan ini mengganggu perkembangan secara psikologis pelajar dan mendorong legalisasi kriminalitas dan kekerasan kepada siswa yang.Misalnya saja kasus IPDN, dengan alasan meningkatkan disiplin senior diberi kewenangan untuk menyiksa juniornya yang telah menyebabkan banyak hilangnya nyawa seperti klif muntu.Sehingga pendidikan moral, baik menggunakan instrumen agama ataupun sosialisasi moralitas seperti menanamkan sifat disiplin, jujur, kreatif, dan sebagainya secara partisipatif sangat diperlukan.
4.      Liberalisasi Pendidikan
Jika, kita melihat sejarah kebelakang, sebenarnya liberalisme merupakan tahap perkembangan lanjut dari penjajahan negara-negara maju kepada negara dunia ketiga. Dalam sejarah domonasi eksploitasi ini  dibagi dalam tiga fase. Fase pertama disebut dengan masa kolonialisme yang ditandai dengan ekspansi secara fisik kapitalisme di eropa untuk memastikan perolehan bahan baku. Fase kedua disebut masa neokolonialisme dimana penjajah tidak lagi mencengkram secara fisik melainkan secara substantif melalui teori dan proses perubahan sosial, yaitu dengan mendekte atau mengintervensi kebijakan ekonomi, sosial dan politik yang cenderung merugikan negara bekas koloni. Fase yang ketiga adalah masa liberalisasi yaitu dengan memberlakukan perdagangan bebas dalam lingkup global tanpa melihat kondisi negara berkembang yang masih buta teknologi, sehingga liberalisasi cenderung menguntungkan negara-negara maju.Perkawinan antara globalisasi dan liberalisasi ini menimbulkan monopoli-monopoli perusahan besar TNC (Trans Nasional Coorporation) TMC (Trans Multinational Coorporations).
Ironisnya bukan hanya ekonomi saja yang mengalami liberalisasi, kesehatan bahkan pendidikan tidak luput dari liberalisasi yang menjurus pada komersialisasi pendidikan.Dengan landasan mengikuti “Konsesus Washington” pemerintah membiarkan dan melepas tanggung jawab sebagai penjamin hak memperoleh pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Bentuk pelepasan tanggung jawab ini dapat dilihat dalam peraturan presiden 1ndonesia no 77 tahun 2007, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal atau biasa disebut BHP pendidikan (Badan Hukum Pendidikan). Dalam peraturan disebutkan bahwa pendidikan dasar, menengah, pensisikan tinggi dan pendidikan nornformal dapat dimasuki oleh modal asing dengan batasan kepemilikan modal maksimal 49 persen. Ini indikasi jelas bahwa telah terjadi komersialisasi pendidikan sebagai komunitas dagang atas nama liberalisasi.[5]Liberalisasi pendidikan tanpa melihat kondisi objektif masyarakat indonesia yang sebagaian besar tidak miskin ini, justru menjerumuskan rakyat kepada kebodohan. Pendidikan tak ubahnya menjadi sarana mobilisasi dalam merebutkan kekayaan dan mempertahankan status quo bagi orang-orang yang kaya.Akibat liberalisasi pendidikan ini tentunya rakyat miskin tidak mampu membiyayai pendidikan, sehingga dapat dikatan liberalisasi dan sahamisasi pendidikan ini adalah suatu bentuk kebijakan pembodohan massal terhadap rakyat. Lalu mau dikemanakan masyarakat miskin jika pendidikan semakin mahal?.
       I.            Wacana Reformasi Pendidikan
Reformasi pendidikan merupakan upaya dalam memperbaiki dan mengembalikan fungsi pendidikan sebagai mestinya. Jika pendidikan tidak segara direformasikan maka akan memperburuk kualitas pendidikan dan akhirnya dapat menyebabkan terbengkalainya pembangunan. Untuk mereformasi pendidikan diperlukan suatu sistem yang kritis  konstruktif, terbuka, dan emansipatif. Pendidikan  kritis merupakan solusi terbaik dalam memperbaiki pendidikan, lalu kemudian timbul pertanyaan kenapa harus pendidikan kritis! karena pendidikan kritis bertujuan untuk mengaitkan antara teori dan praksis serta memanusiakan manusia.
Dalam hal ini tentunya kita tidak boleh terjebak pada idiologi marxisme, dalam mengkonstruksi pendidikan kritis kita harus membebaskan diri dari segala kepentingan, dan lebih mengutamakan kesejahteraan bersama.
C.    Solusi Dalam Memperbaiki Permasalahan Pendidikan saat ini
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam memperbaiki anomali-anomali pendidikan ini antaralain:


·         Meningkatkan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dalam rangka meningkatkan output pendidikan tentunya kita harus menaikan cost (harga), menaikkan harga disini maksudnya adalah meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Adapun sarana tersebut meliputi sarana fisik dan non fisik.
Ø  Sarana fisik
Pemenuhan sarana fisik sekolahan ini meliputi pembanguan gedung sekolahan, laboratorium, perpustakaan, sarana-sarana olah raga, dan fsilitas pendukung lainnya.Dalam hal ini tentunya pemerintah memegang tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan ini, karena pemerintah berkepentingan dalam memajukan pembangunan nasiaonal. Jika sarana belajar ini telah terpenuhi tentunya akan semakin memudahkan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ø  Sarana non fisik
Sarana non fisik ini diibaratkan soft ware dalam komputer, jika soft ware ini dapat mengoprasikan perangkat komputer dengan baik maka pekerjaan akan cepat selesai. Begitu juga dalam pendidikan jika sistem dan pengajarnya bermutu maka akan mempercepat pembangunan nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
o   Peningkatan kualitas guru
Kualitas guru harus ditekankan demi berjalannya pendidikan itu sendiri, tugas guru adalah merangsang kreativitas dan memberi pengajaran secara fleksibel, artinya berkedudukan seperti siswa yang belajar tidak ada patron client.Peningkatan mutu ini bukan hanya pada intelektual guru saja, melainkan juga mengembangkan psikologis guru itu sendiri misalnya dengan memahami karakteristik siswa, psikologi perkembangan dan sebagainya.
Dengan adanya peningkatan ini tentunnya akan berdampak pada membaiknya output pendidikan. Dikarenakan guru dapat menempatkan dirinya sebagaimana mestinya dan bersifat fleksibel.Kenakalan remaja biasanya terjadi justru karena prilaku guru itu sendiri misalnya melakukan hukuman fisik kepada siswa ataupun penekanan psikologis.
o   Pembentukan lembaga studi mandiri
Pembentukan lembaga studi mandiri ini berfungsi sebagai wadah pengembangan kpribadian siswa.Di kampus UIN misalnya jurun sosiologi belum memiliki lembaga penelitian dan lembaga diskusi mahasiswa, adapun lembaga diskusi resminya telah lama mati karena tidak adanya regenerasi yang baik. Jika lembaga studi ini dapat dibentuk tentunnya akan memperbaiki kualitas fakultas maupun menambah pengalaman mahasiswa.
·         Reformasi Kurikulum Pendidikan
Kurikulum merupakan jiwa dari lembaga pendidikan, jika dalam kurikulum terdapat banyak penyimpangan dan kontradiksi-kontradiksi tentunya akan merusak citra pendidikan itu sendiri. Pengembangan kurikulum diharuskan sesuai dengan kultur masyarakat artinya tidak begitu saja menelan mentah-mentah teori pendidikan barat kedalam pendidikan indonesia. Negeri jepang misalnya walaupun mempelajari bahan ajaran Barat namun mereka menyesuaikan dengan kultur dalam masyarakat.
Dalam kurikulum ini harusnya mengutamakan keadilan dan kesetaraan, tidak ada pengelompokan berdasarkan suku, agama, maupun golongan-golongan. Pendidikan merupakan hak dasar bagi  masyarakat sebgaimana diamanatkan oleh UUD 1945, jadi dalam masalah biaya tentunya negara mempunyai kewajiban dalam pendanaan pendidikan. Anggaran Perencanaan Belanja Negara 20% untuk pendidikan harus diawasi dan direalisasikan perwujudannya sehingga bukan hanya menjadi wacana politik saja.
·         Mewujudkan pendidikan inklusif dan anti diskriminasi
Pendidikan yang saat ini masih terlibat dengan berbagai diskriminasi dan ekskluisasi terhadap pelajar.Sehingga kadangkala masyarakat memandang bahwa pendidikan hanyalah sebagai alat untuk mobilitas sosial dan mempertahankan satatus quo orang-orang kaya.Anak-anak pemilik modal lebih mendapatkan keistimewaan fasilitas dari pada masyarakat miskin sehingga timbul pesimisme terhadap netralitas pendidikan.
Pendidikan inklusif didiasarkan pada beberapa prinsip dasar antara lain:
Pertama, setiap orang secara inheren punya hak terhadap pendidikan atas dasar kesamaan kesempatan sebagaimana yang diamanatkan UU, jadi tidakada alasan sekolah untuk menolak pelajar yang miskin.
Kedua, tidak boleh ada siswa yang tereksklusi dan terdiskriminasi dalam pendidikan dengan berbagai alasan apapun, baik dari ras, warna kulit, gender, bahasa, agama, politik, difabelitas, dan lain sebagainya.
Ketiga, semua anak pada dasarnya dapat belajar dan mendapat manfaat dari pendidikan, sehingga pendidikan bertugas mengembangkan potensi otak anak.Keempat, sarana dan prasarana disediakan pemerintah dari pajak.Kelima, pandangan dan opini peserta didik harus didengarkan dan diperhatikan (demokrasi pendidikan).Keenam, perbadaan individu merupakan suatu anugrah, sehingga guru harus mencari pendekatan karakteristik dan kompetensi peserta didik.Ketujuh, pendidikan bukanlah asimilasi tetapi apresiasi perbedaan, adupun pelaksanaannya dilakukan secara kontinyu bukannya instan.
Selain itu pendidikan juga harus lebih mengutamakan langkah praksis dengan mencetak generasi  muda yang mandiri dan dapat mengolah sumberdaya alam serta memproduksi lapangan kerja bukan hanya mencetak mental pekerja. Kesadaran sosial generasi muda juga perlu ditingkatkan sebagai wujud pengabdian pendidikan terhadap masyarakat.Mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia bukanlah mimpi, jika dilakukan secara kontinyu dan intensif.




BAB III
KESIMPULAN

Tejadinya  menyimpangan kepribadian pelajar dari norma-norma masyarakat bukanlah murni disebabkan oleh kesalahan  pelajar atau siswa, melainkan penyimpangan ini muncul dari permasalah multidimensional dalam diri pendidikan itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan penyimpangan dalam diri pelajar ataupun generasi muda, hanyalah sebagian dampak kecil dari berbagai masalah dalam dunia pendidikan dan bukanlah pokok penyebab atau persoalan.Sehingga dalam menganalisis pendididkan diperlukan kesatuan global dari sistem-sistem dalam masyarakat.
Masalah pendidikan di Indonesia bukan saja karena kualitas intelektualitas yang masih rendah, tetapi juga diperparah dengan degradasi moral generasi muda yang masih belum bisa menyaring perkembangan globalisasi. Tawuran antar pelajar, free sex, narkoba, dan tindakan asusila maupun pelanggaran hukum banyak mewarnai pendidikan Indonesia, bahkan hal ini dapat kita saksikan baik secara langsung maupun dimedia massa. Namun semua itu bukanlah alasan bagi kita untuk cenderung menyalahkan pendidikan, karena kita sendiri memiliki tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan.
Dalam memperbaiki maslah pendidikan itu dapat dilakukan dengan cara mereformasi kurikulum yang lebih merakyat, menyediakan sarana, prasarana, menjalankan pendidikan antri diskriminasi, dan sebaginya. Selain itu pendidikan juga diharapkan melaksanakan tugasnya yaitu, memperjuankan masayarakat dari penindasan dengan menanamkan sikap sadar sosial dan membangun mentalitas kemandirian anak didik.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin dkk. 2006. Sosiologi Reflektif. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Ritzer, George. 2010. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Penerjemah, alimandan. Jakarta: Rajawali press
Kompas, Rabu 23 Maret 2010, 88,8 persen sekolah tak lampaui mutu standar 
A. Ferry T. Indriarto. 2007. Kurikulum Identitas Kerakyatan dalam Kurikulum yang Mencerdaskan, Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif. Jakarta: Kompas
Nuryanto Agus. 2010. Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta: Resist Book
Maragustam, 2010, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna; Filsafat Pendidiakan. Yogyakarta: Nuha Litera





[1]Amin Abdullah dkk,  Sosiologi Reflektif  (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006). Hlm 107.

[2]George Ritzer dan Douglas, Teori Sosiologi (New York: McGraw-Hill, 2004).  Hlm 81.
[3]Kompas, Rabu 23 Maret 2010, 88,8 persen sekolah tak lampaui mutu standar.  

[4]A. Ferry T. Indriarto, Kurikulum Identitas Kerakyatan dalam Kurikulum yang Mencerdaskan, Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif (jakarta: Kompas 2007), hlm 108

[5]M. Agus Nuryanto Mazhab Pendidikan Kritis (Yogyakarta: Resist Book, 2010). HIm. 73.