Pendidikan Islam di Indonesia
Kelompok 6
Disusun Oleh:
Nama : Siti NurHasanah
Rani Sriana
Lufna Fauziah
S.R Noviyanti
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah.
Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan
di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10
dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada
level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan
di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para
pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan
kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik
kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak
bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut
ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah
dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab
pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing
siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan
semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa
memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan
tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat
di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para
lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan
kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan.
Berdasarkan analisa dari badan pendidikan
dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari
14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri
agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu.
Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42
negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada
diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak
serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH PENDIDIKAN AGAMA DI INDONESIA
Membahas tentang pendidikan Agama di Indonesia
berarti kita membahas tentang pendidikan
agama islam karena mayoritas penduduk Indoesia adalah islam.
Pendidikan
Islam Masa Awal Masuknya Islam Ke Indonesia
Ø ASPEK
ASPEK YANG BERKAITAN DENGAN MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
1.
Waktu
masuknya islam ke indonesia.
Dari sekian banyak pendapat, maka
kebanyakan menetapkan islam masuk ke Indonesia pada abad ke VII dibawa oleh
saudagar-saudagar islam yang juga bertugas sebagai da’i dan dibawa langsung
dari tanah Arab,sedang saudagar Islam yang dimaksud intinya adalah orang
Arab,kemudian diikuti oleh orang Persia,Malabar,Gujarat dll.Di dalam proses
pengislaman selanjutnya orang Indonesia ikut aktif dalam mengambil bagian
.Penyebaran Islam di Indonesia dilakukan secara damai dan Islam yang
dikembangkan bermazhab Syafe’i.
2.
Tempat
pertamakali Islam masuk ke Indonesia.
Ahli
sejarah umumnya sependapat bahwa Islam yang masuk ke Nusantara langsung dari
tanah Arab melalui pesisir Sumatera Utara.Pentingnya pesisir Sumatera Utara
bagi persinggahan pelayaran antara Arab dan Asia Timur memperkuat penafsiran
tsb.Para saudagar yang berlayar di Asia Timur melalui selat Malaka perlu
singgah di pantai Sumatera Utara untuk mempersiapkan air minum,makanan dan
perbekalan lainnya.Mereka yang singgah di pesisir Sumatera Utara membentuk
masyarakat muslim.Pada perkembangan berikutnya terjalinlah hubungan perkawinan
dengan penduduk pribumi,mereka menyebarkan Islam sambil berdagang.
3.
Cara
masuknya islam ke Indonesia.
Mengenai
cara masuknya Agama Islam ke Indonesia adalah dengan dibawa para saudagar yang
beragama Islam ,baik mereka yang berkebangsaan Arab,Persia,India maupun
Indonesia sendiri,karna Bangsa Indonesia juga adalah bangsa pelaut dan pedagang
terkenal sejak dahulu kala di Asia Tenggara.Menurut Azyumardi Azra hubungan
pergaulan antar pedagang muslim dengan penduduk setempat akhirnya dapat menarik
hati penduduk setempat untuk memeluk Islam.
Ø PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM MASA AWAL MASUKNYA ISLAM.
Sejak awal berkembangnya ajaran
Islam,pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat muslim Indonesia.Disamping
karna besarnya arti pendidikan,kepentingan islamisasi mendorong umat islam
melaksanakan pengajaran islam kendati dalam sistem yang sederhana,dimana pengajian
diberikan dengan sistem halaqah yang dilaksanakan di tempat-tempat semacam
mesjid,mushalla,bahkan juga di rumah-rumah ulama.Kebutuhan terhadap pendidikan
mendorong masyarakat islam di Indonesia mengadopsi dan mentransfer lembaga
keagamaan dan sosial yang sudah ada ke dalam lembaga pendidikan Islam di
Indonesia.Di Jawa umat islam mentransfer lembga keagamaan Hindu Budha menjadi
pesantren,umat Islam Minangkabau mengambil alih surau sebagai peninggalan adat
masyarakat setempat menjadi lembaga pendidikan Islam,dan demikian pula
masyarakat Aceh dengan mentransfer lembaga masyarakat meunasah sebagai lembaga
pendidikan Islam.Hal ini dapat dilihat pada beberapa daerah di Nusantara yang
telah mengembangkan pendidikan Islam seperti Kerajaan Perlak di Aceh,Kerajaan
Pasai di Aceh,Kerajaan Siak di Riau dll.
Para sejarawan juga sependapat bahwa
para ulama pembawa Islam di Pulau Jawa adalah para wali sembilan yang lebih
terkenal dengan sebutan wali songo.Para wali songo tersebut adalah Maulana
Malik Ibrahim,Sunan Ampel,Sunan Giri,Sunan Kudus,Sunan Bonang,Sunan Gunung
Jati,Sunan Muria,Sunan Drajat,Sunan Kalijaga.
Ø SISTEM
PENDIDIKAN KOLONIAL BELANDA
Sebelum
membicarakan sistem pendidikan Islam ada baiknya kita membicarakan terlebih
dahulu sistem pendidikan kolonial Belanda di Indonesia dan kaitannya dengan
kepentingan penjajah.Ekonomi dan penjajah menjadi unsur penting yang senantiasa
dikaitkan dengan sistem pendidikan Belanda,dengan demikian setiap kebijakan
yang dijalankan di bidang pendidikan cenderung berkaitan dengan kepentingan
politik kolonial Belanda di Indonesia.
Ciri-ciri umum
pendidikan kolonial belanda:
S.
NASUTION mengklasifikasikan ciri umum pendidikan kolonial Belanda
menjadi enam ciri yaitu
1. Gradulisme
2. Dualisme
3. Pengawasan pusat yang ketat
4. Pendidikan pegawai lebih diutamakan
5. Konkordansi dan
6. Tidak ada perencanaan yang sistematis bagi pendidikan pribumi.
Sedangkan menurut Ki Suratman ada tiga ciri pokok yakni
1. Pendidikan bersifat heterogen (banyak ragamnya)
2. Pendidikan bersifat deskriminatif dan
3. Pendidikan cenderung intelektualistik.Lebih jauh Ki Hajar Dewantara yang
melihatnya dari kepentingan pendidikan rakyat pribumi sebagai suatu
bangsa,menilai pendidikan Belanda bersifat kolonialistis dan intelektualistik.
menjadi enam ciri yaitu
1. Gradulisme
2. Dualisme
3. Pengawasan pusat yang ketat
4. Pendidikan pegawai lebih diutamakan
5. Konkordansi dan
6. Tidak ada perencanaan yang sistematis bagi pendidikan pribumi.
Sedangkan menurut Ki Suratman ada tiga ciri pokok yakni
1. Pendidikan bersifat heterogen (banyak ragamnya)
2. Pendidikan bersifat deskriminatif dan
3. Pendidikan cenderung intelektualistik.Lebih jauh Ki Hajar Dewantara yang
melihatnya dari kepentingan pendidikan rakyat pribumi sebagai suatu
bangsa,menilai pendidikan Belanda bersifat kolonialistis dan intelektualistik.
·
SISTEM
PENDIDIKAN ISLAM
Pada
masa kolonial Belanda pendidkan Islam disebut juga dengan pendidikan Bumiputera
karena yang memasuki pendidikan Islam seluruhnya orang pribumi Indonesia.
Pendidikan
Islam pada masa penjajahan Belanda ada tiga macam yaitu (1) Sistem pendidikan
peralihan Hindu Islam (2) Sistem pendidikan surau (langgar) dan (3) Sistam
pendidikan pesantren.
Ø SISTEM
PENDIDIKAN PERALIHAN HINDU ISLAM
Sistem
ini merupakan sistem pendidikan yang masih menggabungkan antara sistem
pendidikan Hindu dengan Islam.Pada garis besarnya pendidikan dilaksanakan
dengan menggunakan dua sistem yakni (1)
sistem keraton dan (2) sistem pertapa.
Sistem
pendidikan keraton ini dengan cara guru mendatangi murid-murinya.Yang menjadi
murid-muridnya adalah anak-anak para bangsawan dan kalangan keraton.Sebaliknya
sistem pertapa,para murid mendatangi guru ke tempat pertapaannya.Adapun
murid-muridnya tidak lagi terbatas pada golongan bangsawan dan kalangan keraton
tetapi juga termasuk raktat jelata.
Ø SISTEM
PENDIDIKAN SURAU
Surau
merupakan istilah yang banyak digunakan di Asia Tenggara ,seperti Sumatera
Selatan ,Semenanjung Malaya,Patani (Thailand),Namun yang paling banyak
dipergunakan di Minangkabau.Secara bahasa kata “surau”berarti tempat atau
tempat penyembahan.Menurut pengertian asalnya,”surau” adalah bangunan kecil
yang dibangun untuk menyembah arwah nenek moyang.Beberapa ahli mengatakan bahwa
surau berasal dari India yang merupakan tempat yang digunakan sebagai pusat pengajaran dan pendidikan Hindu-Budha.Di Minangkabau ketika Adityawarman (1356) yang beragama
Budha mendirikan biara di Bukit Gombak
Batusangkar.Di samping tempat peribadatan juga sebagai tempat
berkumpul para pemuda untuk
mempelajari pengetahuan suci dan
tempat pemecahan masalah-masalah sosial.
Seiring
dengan kedatangan Islam di Minangkabau
proses pendidikan Islam dimulai oleh Syeikh Burhanuddin sebagai pembawa
Islam dengan menyampaikan pengajarannya melalui lembaga pendidikan surau.
Dalam
lembaga pendidikan Surau tidak mengenal birokrasi formal ,sebagaimana dijumpai
pada lembaga pendidikan modern.Aturan yang ada didalamnya sangat dipengaruhi
oleh hubungan antar individu yang terlibat.Secara kesat mata dapat dilihat di
lembaga pendidikan surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar suatu aturan
yang telah disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar
nasehat.Lembaga Surau lebih merupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi
dan interaksi kultural dari pada hanya sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan
saja. Jadi nampak jelas fungsi “learning society” di surau sangat menonjol.
Sistem
pendidikan di surau tidak mengenal jenjang atau tingkatan kelas, murid
dibedakan sesuai dengan tingkat keilmuannya, proses belajarnya tidak kaku sama
muridnya (urang siak) diberikan kebebasan untuk memilih belajar pada kelompok
mana yang ia kehendaki.Dalam proses pembelajaran murid tidak memakai meja
ataupun papan , yang ada hanya kitab
kuning yang merupakan sumber utamanya dalam pembelajaran.
Metode
utama dalam proses pembelajaran di surau dengan memakai metode ceramah, membaca
dan menghafal.Materi pembelajaran yang diberikan Syeikh kepada Urang Siak
dilaksanakan sambil duduk di lantai dalam bentuk setengah lingkaran.Syeikh
membacakan materi pembelajaran,
sementara murid menyimaknya dengan mencatat beberapa catatan penting di sisi
kitab yang dibahasnya atau dengan menggunakan buku khusus yang telah disiapkan
murid.Sistem seperti ini dikenal dengan istilah “halaqah”.
Ø SISTEM
PENDIDIKAN PESANTREN
·
Asal
usul Pesantren
Secara
garis besarnya, dijumpai dua macam pendapat yang mengutamakan tentang
pandangannya tentang asal usul pesantren, sebagai institusi pendidikan Islam.
Pertama, pesantren adalah institusi pendidikan Islam
yang memang berasal dari tradisi Islam. Mereka berkesimpulan, bahwa pesantren
lahir dari pola kehidupan tasawwuf, yang kemudian berkembang di wilayah Islam
seperti Timur Tengah dan Afertarika Utara yang dikenal dengan sebutan Zawiyat.
Kedua,
pesantren merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu Budha yang sudah mengalami
proses Islamisasi. Mereka melihat adanya hubungan antara perkataan pesantren
dengan kata “shastri” dari bahasa Sanskerta.
Terjadinya
perbedaan diatas disebabkan adanya tinjauan yang berbeda. Pertama menekankan
pada faktor latar belakang sejarah, sedangkan pendapat kedua cenderung
mengarahkan pada asal usul kata. Meskipun demikian, kedua pendapat itu tidak
memuat bantahan, bahwa pesantren sudah ada di Nusantara sebelum bangsa Eropa
datang ke wilayah Nusantara sekitar abad XVI.Yang jelas pesantren adalah
lembaga tertua di Indonesia.
·
Eksistensi
Pesantren
Mahmud
Yunus menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengorganisasikan pesantren di
Jawa, adalah Raden Fatah, tahun 1476. Usaha tersebut merupakan lanjutan dari
aktifitas gurunya, yaitu Sunan Ampel sebagai pendiri pondok pesantren yang
pertama kali di pulau Jawa.
Dalam pengembangan selanjutnya, pondok
pesantren sebagai intistuti pendidikan islam ini disatukan dengan kegiatan dan
tugas-tugas dakwah. Peranan ganda ini
kemudian menjadi potensi yang ikut berpengaruh dalam kegiatan politik
pendidikan . Di zaman kerajaan islam pondok pesantren ikut dalam menentukan watak keislaman, dan menjelang tahun 1900, ideologi politik kegaman yang bercorak
menantang kekuasaan kolonial Belanda
terbentuk di intistuti pendidikan ini. Dengan demikian peran pesantren dalam
mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa sudah terlaksana selama tiga
setengah abad di indonesia.
Pesantren dalam kenyataan sangat dekat
dengan masyarakat lingkunganya. Sejak mulanya pesantren pada umumnya ditentukan
oleh pribadi pendirinya sehingga ada diantaranya yang tidak di sentuh oleh
peraturan-peraturan pemerintah. Sektor pendidikan keagamaan menjadi wewenang
penuh pendiri dan pengasuhnya. Memang kelihatanya para Kyai mempunyai Kharisma
tersendiri terhadap santri-santrinya dan masyarakat lingkunganya . Ketokohan
seorang Kyai mucul dari pengakuan para pengikutnya semenjak Kyai menjalankan
fungsi kepemimpinanya.Komunikasi timbal balik antara Kyai dengan para murid dan
pengikutnya terlihat ketika ia menjalankan fungsi keseharianya dilingkungan
masyarakat sewaktu :
(1) memimpin upacara do’a dan ibadah,
(2) menajar ilmu-ilmu agama,
(3) memberikan fatwa-fatwa hukum agama, dan
(4) memberikan penerangan dan tabligh agama.
Dalam pelaksanaan tugas keseharian ,Kyai menjadikan pesantrenya sebagai pusat kegiatan keagamaan. Dalam kenyataanya , keterikatan para murid dan pengikut Kyai tidak hanya di tunjukan oleh hubunganya yang bersifat formal dan ritual melainkan juga di sebabkan oleh kepemimpinanya yang kharismatik.
(1) memimpin upacara do’a dan ibadah,
(2) menajar ilmu-ilmu agama,
(3) memberikan fatwa-fatwa hukum agama, dan
(4) memberikan penerangan dan tabligh agama.
Dalam pelaksanaan tugas keseharian ,Kyai menjadikan pesantrenya sebagai pusat kegiatan keagamaan. Dalam kenyataanya , keterikatan para murid dan pengikut Kyai tidak hanya di tunjukan oleh hubunganya yang bersifat formal dan ritual melainkan juga di sebabkan oleh kepemimpinanya yang kharismatik.
B.
PENGERTIAN, TUJUAN, DAN
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AGAMA
PENGERTIAN
Para ahli pendidikan
islam telah mencoba memformutasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan
yang sangat variatif tersebut adalah :
- Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
- Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.
- Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
- Ahmad
Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan
oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam (Tafsir, 2005 : 45)
Jadi
dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau
kegiatan yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak
didik menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan
nilai-nilai etika islam dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah
Swt (HablumminAllah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam
sekitarnya.
TUJUAN
v
Tujuan
Umum
Tujuan
umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kualitas yang disebutkan oleh
al-Qur'an dan hadits.
Qs.
At-Takwir:27
Menurut
Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya
manusia sebagai hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan
tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan
bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri
kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.
Berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.
v Tujuan Khusus
Tujuan khusus
Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga
setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan
yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda
dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP, SMA dan berbeda pula dengan tujuan
Pendidikan Agama di perguruan tinggi.
RUANG LINGKUP
Ruang
lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
a.Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.
b.Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an.
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an.
c.Akhlak
Akhlak
adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau
tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini,
maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur tingkahlaku perangai
manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang
yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran”.
Dalam Islam selain akhlak dikenal
juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat
C.PENTINGNYA
PENDIDIKAN AGAMA BAGI KEHIDUPAN
Agama
sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam
kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia sangatlah
membutuhkan agama dan sangat dibutuhkanya agama oleh manusia. Tidak saja di
massa premitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi juga di
zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah demikian maju.
Berikut ini sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia.
a.
Agama merupakan sumber moral
Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral, karena moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah binatang dan manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.
Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral, karena moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah binatang dan manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.
Rasulullah
Saw. Yang artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imanya ialah orang
mukmin yang paling baik akhlaqnya” (Riwayat Tirmidzi)
Ahmad Syauqi, 1868 – 1932 seorang penyair Arab mengatakan “bahwa keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah lenyap, akan lenyap pulalah bangsa itu”.
b.
Agama merupakan petunjuk kebenaran
Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia ialah apa yang bernama kebenaran. Masalah ini masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat diperoleh manusia dengan akal, dengan ilmu dan dengan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya besar itu, yaitu masalah kebenaran.
Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia ialah apa yang bernama kebenaran. Masalah ini masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat diperoleh manusia dengan akal, dengan ilmu dan dengan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya besar itu, yaitu masalah kebenaran.
c.
Agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika
Prof Arnoid Toynbee memperkuat pernyataan yang demikian ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan ini tabir rahasia alam semesta juga ingin di singkap oleh manusia. Dalam bukunya “An Historian’s Aproach to religion” dia menulis, “ Tidak ada satu jiwapun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam semesta”.
Prof Arnoid Toynbee memperkuat pernyataan yang demikian ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan ini tabir rahasia alam semesta juga ingin di singkap oleh manusia. Dalam bukunya “An Historian’s Aproach to religion” dia menulis, “ Tidak ada satu jiwapun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam semesta”.
d.
Agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik dikala suka maupun di kala
duka
Hidup manusia di dunia yang pana ini kadang-kadang suka tapi kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan yang menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka yang silih berganti.
Hidup manusia di dunia yang pana ini kadang-kadang suka tapi kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan yang menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka yang silih berganti.
D. PENDIDIKAN AGAMA DALAM
KELUARGA
# Arti Pendidikan Agama di Lingkungan
Keluarga
Pada prinsipnya pendidikan agama yang dilaksanakan di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga itu sama saja, hanya sistem pendidikan dan pengajarannya yang berbeda, kalau di lingkungan sekolah menggunakan sistem pendidikan persekolahan yang segalanya serba formal, sedang di lingkungan masyarakat dan keluarga menggunakan sistem pendidikan yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pada prinsipnya pendidikan agama yang dilaksanakan di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga itu sama saja, hanya sistem pendidikan dan pengajarannya yang berbeda, kalau di lingkungan sekolah menggunakan sistem pendidikan persekolahan yang segalanya serba formal, sedang di lingkungan masyarakat dan keluarga menggunakan sistem pendidikan yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Untuk memperoleh
pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan
keluarga menurut pendapat Drs. H. M.
Arifin M.Ed sebagai berikut: “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Dalam uraian selanjutnya kepribadian yang memiliki
nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan
nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.”
Pendidikan Agama Islam di lingkungan
keluarga adalah interaksi yang
teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran
Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka
proses pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara
orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan
agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya.
Sedang ibu dalam kaitannya dengan
pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik
yang utama dan pertama, dalam
kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil
seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam
pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan
keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan
berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan
keluarga untuk membimbing anak.
Bimbingan yang
dimaksud bisa dalam berbagai bentuk dan interaksi kehidupan sehari-hari antara
anak dengan orang dewasa, hanya interaksi tersebut selalu dilandasi dengan
interaksi edukatif ke arah pendidikan agama, bahkan kalau mungkin berusaha
menciptakan suasana kehidupan beragama di lingkungan keluarga
Sekali lagi
bahwa yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga itu
merupakan pemberian sejumlah pengetahuan keagamaan dengan berbagai teori
keagamaan, akan lebih ditekankan pada praktek hidup sehari-hari di lingkungan keluarga
itu dilandasi dengan ajaran agama, sehingga hasilnya pendidikan agama itu
sendiri akan betul-betul melekat dalam pribadi anak.
# Pentingnya Pendidikan Agama di Lingkungan keluarga
# Pentingnya Pendidikan Agama di Lingkungan keluarga
Sejak kecil anak-anak seharusnya
telah menerima didikan agama. Sejak anak dalam kandungan, setelah lahir hingga
dewasa, masih perlu kita bimbing. Dan menurut hasil penelitian ilmu pengetahuan
modern mengatakan bahwa yang dominan membentuk jiwa manusia adalah lingkungan,
dan lingkungan pertama yang dialami oleh sang anak adalah asuhan Ibu dan ayah.
Disinilah pula pentingnya mengapa mendidik anak dimulai sejak dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya.
Disinilah pula pentingnya mengapa mendidik anak dimulai sejak dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya.
Kelahiran dan kehadiran seorang
anak dalam keluarga secara ilmiah memberikan adanya tanggung jawab dari pihak
orang tua. Tanggung jawab ini didasarkan atas motivasi cinta kasih, yang pada
hakekatnya juga dijiwai oleh tanggung jawab moral. Secara sadar orang tua
mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai ia mampu
berdikari sendiri (dewasa) baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun moral.
Sedikitnya orang tua meletakan dasar-dasar untuk mandiri itu.
Dorongan / motivasi kewajiban
moral, sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung
jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan
Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh kesadaran
memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Pentingnya pendidikan orang tua
terhadap anak di lingkungan keluarga itu karena didorong oleh beberapa
kewajiban, kewajiban moral, kewajiban sosial dan oleh dorongan cinta kasih dari
seseorang terhadap keturunannya. Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan
atau kehidupan anak di masa mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga,
termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan sebagai tindakan
pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap anak-anaknya, dalam
menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya dengan
pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan atau
sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk
mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
# Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
# Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
Secara sepintas pembahasan
tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga ini telah
disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah
dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.
Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang
pendidikan agama di lingkungan keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah
karena dorongan syara (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk
mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama. Sebagaimana firman
Allah dalam surat At Tahrim: 6
sebagai berikut:
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Juga surat An-Nisa, ayat 9 berikut ini:
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”
Dan hadits Rasulullah saw yang Artinya:
“Dari Abu Hurairah radhiallahu anha, sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda: “Tiada seorang anak pun dilahirkan, melainkan dilahirkan dalam atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhari).
Dari ayat-ayat di atas, yang
diikuti oleh sabda Rasulullah saw, memberikan isyarat bahwa ibu dan bapak
mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka baik dalam kaitannya dengan
proses belajar-mengajar yang sedang dialaminya di lingkungan sekolah maupun
dalam upaya memberikan kesiapan untuk menghadapi pendidikan di sekolah atau
sebagai upaya sosialisasi terhadap anak-anak, sehingga masyarakat yang berguna
dan mampu menyesuaikan diri.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat bahwa pada diri
anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang baik, akan tetapi
dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam
hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik. Dan
menjinakan kecenderungan ke arah yang jahat. Suatu pengaruh pendidikan yang
paling pundamental dan fungsional dalam pribadi, bilamana pengaruh tersebut
ditanamkan dalam pribadi anak yang masih berada pada awal perkembangannya.
Pengaruh tersebut akan menjadi benih utama yang dapat berpengaruh dalam
perkembangannya lebih lanjut. Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu
mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan
lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan kemampuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1.Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2.Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3.Karena dorongan moral
4.Karena dorongan kewajiban agamis
Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung
jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan
Allah
E.PENDIDIKAN
AGAMA SEJAK DINI
Keluarga merupakan
sebuah institusi dengan kapasitas besar dalam mendidik anak-anak secara Islami.
Berdasarkan penuturan para pakar psikologis, keluarga harus mengarahkan
anak-anak kepada agama dan spiritual sejak usia dini. Tapi terkadang, orang tua
dan tenaga pengajar dengan niat baik mengajarkan kepada anak-anak nilai-nilai
agama, tanpa mengenal dengan baik kondisi kejiwaan dan mental mereka. Padahal
kekeliruan ini akan membebani mental anak-anak. Metode pendidikan agama untuk
anak harus dikemas dalam bentuk sederhana dan penuh keceriaan, tapi metode ini
harus berdampak positif bagi perilaku dan etika mereka
Salah satu tujuan penting pendidikan adalah tenaga pendidik harus mempunyai
kontrol internal terhadap dirinya, mereka juga harus punya kekuatan mengawasi
dan mengevaluasi perilakunya sendiri. Pendidikan agama bertujuan membangkitkan
rasa berketuhanan dalam diri seseorang, sehingga ia bisa memahami peran
konstruktif agama dalam kehidupan. Manusia tidak hanya mengenal kulit luar
agama saja, tapi harus mampu menyelam hingga ke tataran makrifat.Para psikolog mengatakan, ketika motivasi beragama telah tumbuh dalam diri manusia khusunya anak-anak, hal ini secara otomatis memiliki dampak mendidik bagi landasan perilaku, emosional, dan mental seseorang.
Untuk mengembangkan rasa beragama dalam diri anak, seorang pendidik dituntut untuk:
1.
Meningkatkan rasa
ingin tahu dan rasa mencari kebenaran dalam diri mereka
2. Meningkatkan pengetahuan anak-anak tentang
indahnya hidup beragama
3. Memperhatikan kesiapan mereka dan tidak ada
unsur paksaan.
4. Mengajarkan secara lembut dan penuh
kesadaran kepada anak-anak, secara perlahan, mereka akan terbiasa dalam
menjalankan perintah agama dan menyenangkan
5. Menjalankan kewajiban-kewajiban agama.
Jika para pendidik menjadikan dirinya sebagai teladan praktis dalam masalah
ini, maka hal ini akan berdampak efektif bagi kepatuhan anak-anak dalam
menjalankan kewajiban agama mereka. Sebagaimana para psikolog juga mengatakan:
“Belajar dengan sarana visual adalah metode terbaik dalam mendidik anak.” Imam
Jakfar Shadiq as berkata, “Ayahku Imam Muhammad al-Baqir selalu mengingat Allah
Swt. Saat aku berjalan bersamanya, aku menyaksikan beliau as sedang sibuk
berzikir, sering kali aku melihat beliau as berzikir kepada Allah Swt, bahkan
saat beliau as sedang berbicara dengan masyarakat. Pembicaraan ini tidak
melupakan beliau as dari mengingat Allah Swt. Ayahku selalu mengumpulkan kami
sebelum terbit matahari, lalu ia mewasiatkan kepada kami untuk membaca al-Quran
bagi yang bisa, dan berzikir kepada Allah Swt bagi yang belum bisa membaca
al-Quran.”
6. Jika para
orangtua ingin lebih menciptakan
karakter islami dalam diri si buah hati, masukkan dirinya ke Taman
Kanak-kanak Islami. Di lingkungan sekolah seperti ini, pendidikan agama si anak
dijamin akan lebih terbentuk. Pasalnya, di TK Islami tersedia berbagai ilmu dan
materi pengajaran, mulai kurikulum yang terarah, para pembimbing atau guru TK
yang berkualitas, hingga sarana dan pra sarana yang tersedia akan menunjang
efektivitas pengembangan kepribadian buah hati nan islami. Jika sekiranya TK dianggap terlalu
mahal biayanya, para orangtua juga bisa mengikutsertakan anak-anaknya dalam
program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang biasanya dibuat khusus bagi
mereka yang kurang mampu. Namun, dari sisi materi yang diajarkan
memiliki persamaan.
Sama-sama memiliki visi untuk mengajarkan,
memajukan, menciptakan kepribadian buah hati menjadi lebih baik dari berbagai
sisi, salah satunya sisi agama yang dianutnya.
Pasca mengenyam pendidikan di TK selesai, ada baiknya para orangtua memikirkan matang-matang jenjang pendidikan si anak selanjutnya. Apakah ingin di sekolahkan di SD (Sekolah Dasar) pada umumnya, sekolah bertaraf internasional, atau tempat khusus yang mengajarkan ilmu islami yang biasa di sebut dengan pesantren. Semua syah-syah saja, tergantung keinginan para orangtua untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya. Dan tentunya, disesuaikan dengan taraf ekonomi keluarga yang bersangkutan.
Pasca mengenyam pendidikan di TK selesai, ada baiknya para orangtua memikirkan matang-matang jenjang pendidikan si anak selanjutnya. Apakah ingin di sekolahkan di SD (Sekolah Dasar) pada umumnya, sekolah bertaraf internasional, atau tempat khusus yang mengajarkan ilmu islami yang biasa di sebut dengan pesantren. Semua syah-syah saja, tergantung keinginan para orangtua untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya. Dan tentunya, disesuaikan dengan taraf ekonomi keluarga yang bersangkutan.
F. PERANAN PENDIDIKAN AGAMA DISEKOLAH DALAM PEMBINAAN MENTAL SPIRITUAL REMAJA
v
Peranan pendidikan Agama di
Sekolah
Pendidikan dalam arti sekolah sampai hari ini masih dipandang sebagai media
yang paling berkompeten dan berpretensi untuk mengbentuk kepribadian anak bangsa menuju masa
depan yang lebih baik. Hal itu dikarenakan sekolah merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang paling terorganisir dan mudah dikontrol. Terlebih lagi dengan
keberadaan Pendidikan Agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah.
Masyarakat sangat berharap Pendidikan Agama mampu membekali sekaligus menjadi
benteng moral dari pengaruh negatif kehidupan modern yang hedonis-materialistis
di tengah perkembangan masyarakat yang cenderung individual-permisif.
Persoalannya adalah ketika Pendidikan Agama mulai
kehilangan orientasi sehingga terjadi ketidaksebandingan antara harapan ideal
Pendidikan Agama yang mengedepankan pembentukan moral (fungsi afektif di mana
agama sebagai laku) dengan praktek Pendidikan Agama di sekolah yang masih
mementingkan prestasi akademik (fungsi kognitif di mana agama sebagai ilmu).
Titik kritisnya terjadi pada saat munculnya kebijakan dari Kementrian Agama
untuk men-standarnasional-kan Ujian Tulis Pendidikan Agama dua tahun terakhir
ini. Jika tidak bijak mensikapinya, Pendidikan Agama akan semakin jauh dari
harapan karena guru dan murid akan lebih terfokus (baca: terhantui) pada materi
kognitif yang justru akan semakin membebani baik sekolah, guru maupun muridnya.
Bagi guru yang mampu mensikapinya dengan arif akan terasa lebih santai karena
guru tidak akan terbebani oleh kekhawatiran nilai kognitif siswanya yang rendah
karena memang kemampuan kognitif siswa tidak selalu paralel dengan tingkatan
moralitasnya. Setidaknya hal ini dibuktikan oleh banyaknya kasus, seperti
Gayus Tambunan yang secara kognitif cerdas karena dia lulusan salah satu
sekolah terbaik di Indonesia, tetapi secara moral tidaklah demikian.
Oleh karena itu wajar kiranya jika Pendidikan Agama
dan para guru agama dinilai gagal dan banyak menuai kritik sebagai pihak yang
bertanggungjawab atas terjadinya tindakan amoral dan kriminal di kalangan
remaja sekolah. Terlebih lagi masih sering munculnya berbagai terror yang
menimbulkan perasaan tak nyaman (terancam) dalam situasi saling mencurigai
antar penganut agama, kelompok dan etnis tertentu. Bahkan mereka menjadi mudah
terprovokasi untuk saling serang hingga memakan banyak korban. Semua itu
seolah-olah menyempurnakan anggapan betapa tidak berdayanya Pendidikan Agama
menghadapi persoalan krusial dalam realitas masyarakat majemuk di Indonesia.
Dalam situasi seperti ini guru agama dituntut mampu
memainkan perannya yang strategis dalam menanamkan
keyakinan dan pemahaman keagamaan yang benar dan “ramah” kepada anak didiknya. Karena
keyakinan itulah yang akan diekskpresikan anak didiknya di tengah kehidupan
nyata.
v Pembinaan mental
Spiritual
Pembinaan mental seseorang dimulai sejak ia kecil.
Semua pengalaman yang dilalui baik yang disadari atau tidak, ikut mempengaruhi
dan menjadi unsur-unsur yang bergabung dalam kepribadian seseorang. Diantara
unsur-unsur terpenting tersebut yang akan menentukan corak kepribadian
seseorang dikemudian hari ialah nilai-nilai yang diambil dari lingkungan,
terutama lingkungan keluarga. Nilai-nilai yang dimaksud adalah :
·
Agama
·
Moral
·
Sosial
Apabila dalam pengalaman waktu kecil itu banyak
didapat nilai-nilai agama, maka kepribadiannya akan mempunyai unsur-unsur yang
baik. Demikian sebaliknya, jika nilai-nilai yang diterimanya itu jauh dari
agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh pula dari agama dan relatif
mudah goncang. Karena nilai-nilai positif yang tetap dan tidak berubah-ubah sepanjang
zaman adalah nilai-nilai agama, sedang nilai-nilai sosial dan moral yang
didasarkan pada selain agama akan sering mengalami perubahan, sesuai dengan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Karena itulah maka mental (kepribadian)
yang hanya terbina dari nilai-nilai sosial dan moral yang mungkin berubah dan
goyah itu, akan membawa kepada kegoncangan jiwa apabila tidak diimbangi dengan
nilai keagamaan.
Diantara faktor-faktor yang menambah besarnya
kebutuhan remaja pada agama adalah
perasaan berdosa yang sering terjadi pada masa ini. Seperti:
·
keadaan tidak berdaya dalam
menghadapi dorongan atau hasrat seksual
·
konflik dengan orang tua yang dianggap terlalu
mencampuri kehidupan pribadinya
·
keinginan kuat untuk
mandiri namun ketika dihadapkan pada kenyataan dan kesulitan hidup yang
merupakan konsekuensi logis dari keinginan mandiri
pasa masa ini remaja
menjadi goyah dan setumpuk masalah lain termasuk masalah pergaulan sesama
remaja serta upaya adaptasinya secara lebih mempribadi dengan lingkungan
sekitar. Semua itu baik secara langsung maupun tidak langsung akan me’maksa’
remaja untuk mencari bantuan diluar dirinya berupa suatu kekuatan yang diyakini
mampu menolong dirinya manakala ia tidak sanggup lagi bertahan. Untuk itu ia akan memerlukan kepercayaan yang sungguh-sungguh kepada Tuhan, sehingga bantuan luar yang diharapkannya tidak menyesatkan dan menggoyahkan pertumbuhan mentalnya.Jika sedari kecil si remaja yang goncang itu tidak pernah menerima didikan agama maka boleh jadi ia akan mencari pegangan dengan datang ke dukun-dukun atau yang lebih bahaya membiarkan dan menjerumuskan dirinya sendiri dalam lingkaran pergaulan yang tidak sehat. Kenakalan-kenakalan remaja yang mengejala belakangan ini merupakan contoh konkret dari fenomena remaja yang kehilangan pegangan hidup.
G. METODE PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
1.
Metode Mutual Education
Adalah suatu metode mendidik secara kelompok seperti yang dicontohkan oleh
Nabi SAW, misalnya praktek sholat berjama’ah.
2.
Metode Pendidikan Dengan Cara Instruksional
Adalah mengajarkan tentang ciri-ciri orang yang beriman dalam bersikap dan
bertingkah laku agar mereka dapat mengetahui bagaimana seharusnya mereka
bersikap dan berbuat dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Metode Bercerita
Adalah mengisahkan peristiwa atau sejarah hidup manusia masa lampau yang
menyangkut ketaatan dan kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang
dibawakan oleh Nabi SAW yang hadir ditengah-tengah mereka.
4.
Metode Bimbingan Dan Penyuluhan
Adalah dimana manusia akan mampu mengatasi segala bentuk kesulitan hidup
yang dihadapi atas dasar iman dan taqwanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.
Metode Pemberian, Contoh, Atau Teladan
Dimana Allah menunjukkan contoh keteladan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW
yang mengandung nilai paedagogis bagi manusia. Selain itu anak didik cenderung
meneladani pendidiknya dan secara paedagogis anak memang senang meniru baik itu
yang baik maupun yang buruk.
6.
Metode Diskusi
Metode ini juga diperhatikan oleh al-qur’an dalam mendidik dan mengajar
manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka
terhadap suatu masalah.
7.
Metode Tanya Jawab
Metode ini merupakan metode paling tua dalam pendidikan dan pengajaran
disamping metode khutbah.
8.
Metode Imstal/Perumpamaan
Metode ini digunakan untuk menyampaikan materi tentang kekuasaan Tuhan
dalam menciptakan hal-hal yang haq dan yang bathil. Contoh perumpamaan: “orang-orang
yang berlindung kepada selain Allah SWT adalah seperti laba-laba yang membuat
rumah”. Padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.
9. Metode Targhib Dan Tarhib
Targhib adalah janji terhadap kesenangan dan
kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Sedangkan tarhib adalah
ancaman karena dosa yang dilakukan. Hal ini tidak sama dengan metode ganjaran
dan hukuman, adapun perbedaannya adalah:
No
|
Targhib dan Tarhib
|
Ganjaran dan hukuman
|
1
|
Lebih teguh
|
Bersandar pada dunia
|
2
|
Mengandung aspek iman
|
Tidak mengandung aspek iman
|
3
|
Secara operasional mudah dilaksanakan
|
Harus ditemukan sendiri oleh guru
|
4
|
Lebih universal, karena bagi siapa dan
kapan saja
|
Disesuaikan orang dan tempat tertentu
|
5
|
Lebih lemah kedudukannya.
|
Lebih nyata
|
10.
Metode Taubat Dan Ampunan
Cara membangkitkan jiwa
dari rasa frustasi kepada kesegaran hidup dan optimisme dalam belajar
seseorang, dengan memberikan kesempatan bertaubat dari kesalahan/kekeliruan
yang telah lampau yang diikuti dengan pengampunan atas dosa dan kesalahan.
Dengan cara ini orang akan mengalami katarisasi
(pembersihan batin) sehingga
memungkinkan timbulnya sikap dan perasaan mampu untuk berbuat yang lebih baik
dan diiringi dengan sikap optimisme dan harapan hidup dimasa depan.
BAB
III
KESIMPULAN
·
Penutup
Banyak sekali factor yang
menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya
kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan,
rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan
kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang
menjadi masalah mendasar dari pendidikan di
Indonesia adalah sistem pendidikan di
Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia
yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah
dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan
di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar