Sabtu, 12 Januari 2013

Pendidikan Islam di Indonesia



Pendidikan Islam di Indonesia

Kelompok 6
Disusun Oleh:
     Nama   : Siti NurHasanah
                      Rani Sriana
                      Lufna Fauziah
                      S.R Noviyanti




BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.



BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PENDIDIKAN AGAMA DI INDONESIA
Membahas tentang pendidikan Agama di Indonesia berarti  kita membahas tentang pendidikan agama islam karena mayoritas penduduk Indoesia adalah islam.

Pendidikan Islam Masa Awal Masuknya Islam Ke Indonesia

Ø  ASPEK ASPEK YANG BERKAITAN DENGAN MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

1.      Waktu masuknya islam ke indonesia.
             Dari sekian banyak pendapat, maka kebanyakan menetapkan islam masuk ke Indonesia pada abad ke VII dibawa oleh saudagar-saudagar islam yang juga bertugas sebagai da’i dan dibawa langsung dari tanah Arab,sedang saudagar Islam yang dimaksud intinya adalah orang Arab,kemudian diikuti oleh orang Persia,Malabar,Gujarat dll.Di dalam proses pengislaman selanjutnya orang Indonesia ikut aktif dalam mengambil bagian .Penyebaran Islam di Indonesia dilakukan secara damai dan Islam yang dikembangkan bermazhab Syafe’i.

2.      Tempat pertamakali Islam masuk ke Indonesia.
Ahli sejarah umumnya sependapat bahwa Islam yang masuk ke Nusantara langsung dari tanah Arab melalui pesisir Sumatera Utara.Pentingnya pesisir Sumatera Utara bagi persinggahan pelayaran antara Arab dan Asia Timur memperkuat penafsiran tsb.Para saudagar yang berlayar di Asia Timur melalui selat Malaka perlu singgah di pantai Sumatera Utara untuk mempersiapkan air minum,makanan dan perbekalan lainnya.Mereka yang singgah di pesisir Sumatera Utara membentuk masyarakat muslim.Pada perkembangan berikutnya terjalinlah hubungan perkawinan dengan penduduk pribumi,mereka menyebarkan Islam sambil berdagang.

3.      Cara masuknya islam ke Indonesia.
Mengenai cara masuknya Agama Islam ke Indonesia adalah dengan dibawa para saudagar yang beragama Islam ,baik mereka yang berkebangsaan Arab,Persia,India maupun Indonesia sendiri,karna Bangsa Indonesia juga adalah bangsa pelaut dan pedagang terkenal sejak dahulu kala di Asia Tenggara.Menurut Azyumardi Azra hubungan pergaulan antar pedagang muslim dengan penduduk setempat akhirnya dapat menarik hati penduduk setempat untuk memeluk Islam.



Ø  PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM MASA AWAL MASUKNYA ISLAM.

Sejak awal berkembangnya ajaran Islam,pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat muslim Indonesia.Disamping karna besarnya arti pendidikan,kepentingan islamisasi mendorong umat islam melaksanakan pengajaran islam kendati dalam sistem yang sederhana,dimana pengajian diberikan dengan sistem halaqah yang dilaksanakan di tempat-tempat semacam mesjid,mushalla,bahkan juga di rumah-rumah ulama.Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat islam di Indonesia mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia.Di Jawa umat islam mentransfer lembga keagamaan Hindu Budha menjadi pesantren,umat Islam Minangkabau mengambil alih surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pendidikan Islam,dan demikian pula masyarakat Aceh dengan mentransfer lembaga masyarakat meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.Hal ini dapat dilihat pada beberapa daerah di Nusantara yang telah mengembangkan pendidikan Islam seperti Kerajaan Perlak di Aceh,Kerajaan Pasai di Aceh,Kerajaan Siak di Riau dll.
Para sejarawan juga sependapat bahwa para ulama pembawa Islam di Pulau Jawa adalah para wali sembilan yang lebih terkenal dengan sebutan wali songo.Para wali songo tersebut adalah Maulana Malik Ibrahim,Sunan Ampel,Sunan Giri,Sunan Kudus,Sunan Bonang,Sunan Gunung Jati,Sunan Muria,Sunan Drajat,Sunan Kalijaga.
                                    
Ø  SISTEM PENDIDIKAN KOLONIAL BELANDA     

Sebelum membicarakan sistem pendidikan Islam ada baiknya kita membicarakan terlebih dahulu sistem pendidikan kolonial Belanda di Indonesia dan kaitannya dengan kepentingan penjajah.Ekonomi dan penjajah menjadi unsur penting yang senantiasa dikaitkan dengan sistem pendidikan Belanda,dengan demikian setiap kebijakan yang dijalankan di bidang pendidikan cenderung berkaitan dengan kepentingan politik kolonial Belanda di Indonesia.
Ciri-ciri umum pendidikan kolonial belanda:

S. NASUTION mengklasifikasikan ciri umum pendidikan kolonial Belanda 
menjadi enam ciri yaitu 
1. Gradulisme 
2. Dualisme 
3. Pengawasan pusat yang ketat  
4. Pendidikan pegawai lebih diutamakan 
5. Konkordansi dan 
6. Tidak ada perencanaan yang sistematis bagi pendidikan pribumi.

Sedangkan menurut Ki Suratman ada tiga ciri pokok yakni 
1. Pendidikan bersifat heterogen (banyak ragamnya)
2. Pendidikan bersifat deskriminatif  dan 
3. Pendidikan cenderung intelektualistik.Lebih jauh Ki Hajar Dewantara yang 
melihatnya dari kepentingan pendidikan rakyat pribumi sebagai suatu 
bangsa,menilai pendidikan Belanda bersifat kolonialistis dan intelektualistik. 
            
·         SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Pada masa kolonial Belanda pendidkan Islam disebut juga dengan pendidikan Bumiputera karena yang memasuki pendidikan Islam seluruhnya orang pribumi Indonesia.

Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda ada tiga macam yaitu (1) Sistem pendidikan peralihan Hindu Islam (2) Sistem pendidikan surau (langgar) dan (3) Sistam pendidikan pesantren.

Ø  SISTEM PENDIDIKAN PERALIHAN HINDU ISLAM

Sistem ini merupakan sistem pendidikan yang masih menggabungkan antara sistem pendidikan Hindu dengan Islam.Pada garis besarnya pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan dua sistem yakni  (1) sistem keraton dan (2) sistem pertapa.

Sistem pendidikan keraton ini dengan cara guru mendatangi murid-murinya.Yang menjadi murid-muridnya adalah anak-anak para bangsawan dan kalangan keraton.Sebaliknya sistem pertapa,para murid mendatangi guru ke tempat pertapaannya.Adapun murid-muridnya tidak lagi terbatas pada golongan bangsawan dan kalangan keraton tetapi juga termasuk raktat jelata.

Ø  SISTEM PENDIDIKAN SURAU

Surau merupakan istilah yang banyak digunakan di Asia Tenggara ,seperti Sumatera Selatan ,Semenanjung Malaya,Patani (Thailand),Namun yang paling banyak dipergunakan di Minangkabau.Secara bahasa kata “surau”berarti tempat atau tempat penyembahan.Menurut pengertian asalnya,”surau” adalah bangunan kecil yang dibangun untuk menyembah arwah nenek moyang.Beberapa ahli mengatakan bahwa surau berasal dari India yang merupakan tempat yang  digunakan sebagai  pusat pengajaran dan pendidikan  Hindu-Budha.Di Minangkabau  ketika Adityawarman (1356) yang beragama Budha mendirikan biara di Bukit Gombak  Batusangkar.Di samping tempat peribadatan juga sebagai tempat berkumpul  para pemuda untuk mempelajari  pengetahuan suci dan tempat  pemecahan masalah-masalah sosial.

Seiring dengan kedatangan Islam di Minangkabau  proses pendidikan Islam dimulai oleh Syeikh Burhanuddin sebagai pembawa Islam dengan menyampaikan pengajarannya melalui lembaga pendidikan surau.

Dalam lembaga pendidikan Surau tidak mengenal birokrasi formal ,sebagaimana dijumpai pada lembaga pendidikan modern.Aturan yang ada didalamnya sangat dipengaruhi oleh hubungan antar individu yang terlibat.Secara kesat mata dapat dilihat di lembaga pendidikan surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar suatu aturan yang telah disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar nasehat.Lembaga Surau lebih merupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi dan interaksi kultural dari pada hanya sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan saja. Jadi nampak jelas fungsi “learning society” di surau sangat menonjol.

Sistem pendidikan di surau tidak mengenal jenjang atau tingkatan kelas, murid dibedakan sesuai dengan tingkat keilmuannya, proses belajarnya tidak kaku sama muridnya (urang siak) diberikan kebebasan untuk memilih belajar pada kelompok mana yang ia kehendaki.Dalam proses pembelajaran murid tidak memakai meja ataupun papan  , yang ada hanya kitab kuning yang merupakan sumber utamanya dalam pembelajaran.

Metode utama dalam proses pembelajaran di surau dengan memakai metode ceramah, membaca dan menghafal.Materi pembelajaran yang diberikan Syeikh kepada Urang Siak dilaksanakan sambil duduk di lantai dalam bentuk setengah lingkaran.Syeikh membacakan materi  pembelajaran, sementara murid menyimaknya dengan mencatat beberapa catatan penting di sisi kitab yang dibahasnya atau dengan menggunakan buku khusus yang telah disiapkan murid.Sistem seperti ini dikenal dengan istilah “halaqah”.

Ø  SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN

·         Asal usul Pesantren
Secara garis besarnya, dijumpai dua macam pendapat yang mengutamakan tentang pandangannya tentang asal usul pesantren, sebagai institusi pendidikan Islam.
Pertama,  pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang memang berasal dari tradisi Islam. Mereka berkesimpulan, bahwa pesantren lahir dari pola kehidupan tasawwuf, yang kemudian berkembang di wilayah Islam seperti Timur Tengah dan Afertarika Utara yang dikenal dengan sebutan Zawiyat.

Kedua, pesantren merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu Budha yang sudah mengalami proses Islamisasi. Mereka melihat adanya hubungan antara perkataan pesantren dengan kata “shastri” dari bahasa Sanskerta.

Terjadinya perbedaan diatas disebabkan adanya tinjauan yang berbeda. Pertama menekankan pada faktor latar belakang sejarah, sedangkan pendapat kedua cenderung mengarahkan pada asal usul kata. Meskipun demikian, kedua pendapat itu tidak memuat bantahan, bahwa pesantren sudah ada di Nusantara sebelum bangsa Eropa datang ke wilayah Nusantara sekitar abad XVI.Yang jelas pesantren adalah lembaga tertua di Indonesia.

·         Eksistensi Pesantren
Mahmud Yunus menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengorganisasikan pesantren di Jawa, adalah Raden Fatah, tahun 1476. Usaha tersebut merupakan lanjutan dari aktifitas gurunya, yaitu Sunan Ampel sebagai pendiri pondok pesantren yang pertama kali di pulau Jawa.

       Dalam pengembangan selanjutnya, pondok pesantren sebagai intistuti pendidikan islam ini disatukan dengan kegiatan dan tugas-tugas dakwah.  Peranan ganda ini kemudian menjadi potensi yang ikut berpengaruh dalam kegiatan politik pendidikan . Di zaman kerajaan islam pondok pesantren ikut  dalam menentukan  watak keislaman, dan menjelang tahun  1900, ideologi politik kegaman yang bercorak menantang kekuasaan kolonial  Belanda terbentuk di intistuti pendidikan ini. Dengan demikian peran pesantren dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa sudah terlaksana selama tiga setengah abad di indonesia.

        Pesantren dalam kenyataan sangat dekat dengan masyarakat lingkunganya. Sejak mulanya pesantren pada umumnya ditentukan oleh pribadi pendirinya sehingga ada diantaranya yang tidak di sentuh oleh peraturan-peraturan pemerintah. Sektor pendidikan keagamaan menjadi wewenang penuh pendiri dan pengasuhnya. Memang kelihatanya para Kyai mempunyai Kharisma tersendiri terhadap santri-santrinya dan masyarakat lingkunganya . Ketokohan seorang Kyai mucul dari pengakuan para pengikutnya semenjak Kyai menjalankan fungsi kepemimpinanya.Komunikasi timbal balik antara Kyai dengan para murid dan pengikutnya terlihat ketika ia menjalankan fungsi keseharianya dilingkungan masyarakat sewaktu :    
(1) memimpin upacara do’a dan ibadah, 
(2) menajar ilmu-ilmu agama, 
(3) memberikan fatwa-fatwa hukum agama, dan  
(4) memberikan penerangan dan tabligh agama. 

Dalam pelaksanaan tugas keseharian ,Kyai  menjadikan pesantrenya sebagai pusat kegiatan keagamaan. Dalam kenyataanya , keterikatan para murid dan pengikut Kyai tidak hanya di tunjukan oleh hubunganya yang bersifat formal dan ritual melainkan juga di sebabkan oleh kepemimpinanya yang kharismatik.
  
B.        PENGERTIAN, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AGAMA
PENGERTIAN    
Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformutasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah :
  1. Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
  1. Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.
  2. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
  3. Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir, 2005 : 45)
Jadi dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika islam dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah Swt (HablumminAllah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya.


TUJUAN
v  
Tujuan Umum

Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kualitas yang disebutkan oleh al-Qur'an dan hadits.
Qs. At-Takwir:27
Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan  Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.

Berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.

v  Tujuan Khusus

Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP, SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.


RUANG LINGKUP

Ruang lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
a.Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan.
Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.

b.Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan,
sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an.

c.Akhlak
Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran”.
Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat

C.PENTINGNYA PENDIDIKAN AGAMA BAGI KEHIDUPAN

Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama dan sangat dibutuhkanya agama oleh manusia. Tidak saja di massa premitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah demikian maju.

Berikut ini sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia.
a.    Agama merupakan sumber moral
Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral, karena moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah binatang dan manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.
Rasulullah Saw.  Yang artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imanya ialah orang mukmin yang paling baik akhlaqnya” (Riwayat Tirmidzi)

Ahmad Syauqi, 1868 – 1932 seorang penyair Arab mengatakan “bahwa keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah lenyap, akan lenyap pulalah bangsa itu”.

b. Agama merupakan petunjuk kebenaran
Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia ialah apa yang bernama kebenaran. Masalah ini masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat diperoleh manusia dengan akal, dengan ilmu dan dengan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya besar itu, yaitu masalah kebenaran.

c. Agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika
Prof Arnoid Toynbee memperkuat pernyataan yang demikian ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan ini tabir rahasia alam semesta juga ingin di singkap oleh manusia. Dalam bukunya “An Historian’s Aproach to religion” dia menulis, “ Tidak ada satu jiwapun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam semesta”.

d. Agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik dikala suka maupun di kala duka
Hidup manusia di dunia yang pana ini kadang-kadang suka tapi kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan yang menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka yang silih berganti.

D. PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA

# Arti Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga

Pada prinsipnya pendidikan agama yang dilaksanakan di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga itu sama saja, hanya sistem pendidikan dan pengajarannya yang berbeda, kalau di lingkungan sekolah menggunakan sistem pendidikan persekolahan yang segalanya serba formal, sedang di lingkungan masyarakat dan keluarga menggunakan sistem pendidikan yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga menurut pendapat Drs. H. M. Arifin M.Ed sebagai berikut: “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dalam uraian selanjutnya kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.”

Pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga adalah interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka proses pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya.

Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.

Bimbingan yang dimaksud bisa dalam berbagai bentuk dan interaksi kehidupan sehari-hari antara anak dengan orang dewasa, hanya interaksi tersebut selalu dilandasi dengan interaksi edukatif ke arah pendidikan agama, bahkan kalau mungkin berusaha menciptakan suasana kehidupan beragama di lingkungan keluarga

Sekali lagi bahwa yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga itu merupakan pemberian sejumlah pengetahuan keagamaan dengan berbagai teori keagamaan, akan lebih ditekankan pada praktek hidup sehari-hari di lingkungan keluarga itu dilandasi dengan ajaran agama, sehingga hasilnya pendidikan agama itu sendiri akan betul-betul melekat dalam pribadi anak.

# Pentingnya Pendidikan Agama di Lingkungan keluarga

Sejak kecil anak-anak seharusnya telah menerima didikan agama. Sejak anak dalam kandungan, setelah lahir hingga dewasa, masih perlu kita bimbing. Dan menurut hasil penelitian ilmu pengetahuan modern mengatakan bahwa yang dominan membentuk jiwa manusia adalah lingkungan, dan lingkungan pertama yang dialami oleh sang anak adalah asuhan Ibu dan ayah.
Disinilah pula pentingnya mengapa mendidik anak dimulai sejak dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya.

Kelahiran dan kehadiran seorang anak dalam keluarga secara ilmiah memberikan adanya tanggung jawab dari pihak orang tua. Tanggung jawab ini didasarkan atas motivasi cinta kasih, yang pada hakekatnya juga dijiwai oleh tanggung jawab moral. Secara sadar orang tua mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai ia mampu berdikari sendiri (dewasa) baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun moral. Sedikitnya orang tua meletakan dasar-dasar untuk mandiri itu.
Dorongan / motivasi kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Pentingnya pendidikan orang tua terhadap anak di lingkungan keluarga itu karena didorong oleh beberapa kewajiban, kewajiban moral, kewajiban sosial dan oleh dorongan cinta kasih dari seseorang terhadap keturunannya. Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

# Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga

Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.

Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Tahrim: 6 sebagai berikut:

“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Juga surat An-Nisa, ayat 9 berikut ini:

“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”


Dan hadits Rasulullah saw yang Artinya:
“Dari Abu Hurairah radhiallahu anha, sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda: “Tiada seorang anak pun dilahirkan, melainkan dilahirkan dalam atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhari).


Dari ayat-ayat di atas, yang diikuti oleh sabda Rasulullah saw, memberikan isyarat bahwa ibu dan bapak mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka baik dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar yang sedang dialaminya di lingkungan sekolah maupun dalam upaya memberikan kesiapan untuk menghadapi pendidikan di sekolah atau sebagai upaya sosialisasi terhadap anak-anak, sehingga masyarakat yang berguna dan mampu menyesuaikan diri.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.


Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik. Dan menjinakan kecenderungan ke arah yang jahat. Suatu pengaruh pendidikan yang paling pundamental dan fungsional dalam pribadi, bilamana pengaruh tersebut ditanamkan dalam pribadi anak yang masih berada pada awal perkembangannya. Pengaruh tersebut akan menjadi benih utama yang dapat berpengaruh dalam perkembangannya lebih lanjut. Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan kemampuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:

1.Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan

2.Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3.Karena dorongan moral
4.Karena dorongan kewajiban agamis

Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah

E.PENDIDIKAN AGAMA SEJAK DINI
Keluarga merupakan sebuah institusi dengan kapasitas besar dalam mendidik anak-anak secara Islami. Berdasarkan penuturan para pakar psikologis, keluarga harus mengarahkan anak-anak kepada agama dan spiritual sejak usia dini. Tapi terkadang, orang tua dan tenaga pengajar dengan niat baik mengajarkan kepada anak-anak nilai-nilai agama, tanpa mengenal dengan baik kondisi kejiwaan dan mental mereka. Padahal kekeliruan ini akan membebani mental anak-anak. Metode pendidikan agama untuk anak harus dikemas dalam bentuk sederhana dan penuh keceriaan, tapi metode ini harus berdampak positif bagi perilaku dan etika mereka

Salah satu tujuan penting pendidikan adalah tenaga pendidik harus mempunyai kontrol internal terhadap dirinya, mereka juga harus punya kekuatan mengawasi dan mengevaluasi perilakunya sendiri. Pendidikan agama bertujuan membangkitkan rasa berketuhanan dalam diri seseorang, sehingga ia bisa memahami peran konstruktif agama dalam kehidupan. Manusia tidak hanya mengenal kulit luar agama saja, tapi harus mampu menyelam hingga ke tataran makrifat.

Para psikolog mengatakan, ketika motivasi beragama telah tumbuh dalam diri manusia khusunya anak-anak, hal ini secara otomatis memiliki dampak mendidik bagi landasan perilaku, emosional, dan mental seseorang.
 Untuk mengembangkan rasa beragama dalam diri anak, seorang pendidik dituntut untuk:
1.      Meningkatkan rasa ingin tahu dan rasa mencari kebenaran dalam diri mereka
2.      Meningkatkan pengetahuan anak-anak tentang indahnya hidup beragama
3.      Memperhatikan kesiapan mereka dan tidak ada unsur paksaan.
4.      Mengajarkan secara lembut dan penuh kesadaran kepada anak-anak, secara perlahan, mereka akan terbiasa dalam menjalankan perintah agama dan menyenangkan

5.      Menjalankan kewajiban-kewajiban agama. Jika para pendidik menjadikan dirinya sebagai teladan praktis dalam masalah ini, maka hal ini akan berdampak efektif bagi kepatuhan anak-anak dalam menjalankan kewajiban agama mereka. Sebagaimana para psikolog juga mengatakan: “Belajar dengan sarana visual adalah metode terbaik dalam mendidik anak.” Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Ayahku Imam Muhammad al-Baqir selalu mengingat Allah Swt. Saat aku berjalan bersamanya, aku menyaksikan beliau as sedang sibuk berzikir, sering kali aku melihat beliau as berzikir kepada Allah Swt, bahkan saat beliau as sedang berbicara dengan masyarakat. Pembicaraan ini tidak melupakan beliau as dari mengingat Allah Swt. Ayahku selalu mengumpulkan kami sebelum terbit matahari, lalu ia mewasiatkan kepada kami untuk membaca al-Quran bagi yang bisa, dan berzikir kepada Allah Swt bagi yang belum bisa membaca al-Quran.”

6.      Jika para orangtua ingin lebih menciptakan karakter islami dalam diri si buah hati, masukkan dirinya ke Taman Kanak-kanak Islami. Di lingkungan sekolah seperti ini, pendidikan agama si anak dijamin akan lebih terbentuk. Pasalnya, di TK Islami tersedia berbagai ilmu dan materi pengajaran, mulai kurikulum yang terarah, para pembimbing atau guru TK yang berkualitas, hingga sarana dan pra sarana yang tersedia akan menunjang efektivitas pengembangan kepribadian buah hati nan islami. Jika sekiranya TK dianggap terlalu mahal biayanya, para orangtua juga bisa mengikutsertakan anak-anaknya dalam program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang biasanya dibuat khusus bagi mereka yang kurang mampu. Namun, dari sisi materi yang diajarkan memiliki persamaan.

Sama-sama memiliki visi untuk mengajarkan, memajukan, menciptakan kepribadian buah hati menjadi lebih baik dari berbagai sisi, salah satunya sisi agama yang dianutnya.

 Pasca mengenyam pendidikan di TK selesai, ada baiknya para orangtua memikirkan matang-matang jenjang  pendidikan si anak selanjutnya. Apakah ingin di sekolahkan di SD (Sekolah Dasar) pada umumnya, sekolah bertaraf internasional, atau tempat khusus yang mengajarkan ilmu islami yang biasa di sebut dengan pesantren. Semua syah-syah saja, tergantung keinginan para orangtua untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya. Dan tentunya, disesuaikan dengan taraf ekonomi keluarga yang bersangkutan.

F. PERANAN PENDIDIKAN AGAMA DISEKOLAH DALAM PEMBINAAN MENTAL SPIRITUAL REMAJA
v  Peranan pendidikan Agama di Sekolah
Pendidikan dalam arti sekolah sampai hari ini masih dipandang sebagai media yang paling berkompeten dan berpretensi untuk mengbentuk kepribadian anak bangsa menuju masa depan yang lebih baik. Hal itu dikarenakan sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling terorganisir dan mudah dikontrol. Terlebih lagi dengan keberadaan Pendidikan Agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah. Masyarakat sangat berharap Pendidikan Agama mampu membekali sekaligus menjadi benteng moral dari pengaruh negatif kehidupan modern yang hedonis-materialistis di tengah perkembangan masyarakat yang cenderung individual-permisif.

Persoalannya adalah ketika Pendidikan Agama mulai kehilangan orientasi sehingga terjadi ketidaksebandingan antara harapan ideal Pendidikan Agama yang mengedepankan pembentukan moral (fungsi afektif di mana agama sebagai laku) dengan praktek Pendidikan Agama di sekolah yang masih mementingkan prestasi akademik (fungsi kognitif di mana agama sebagai ilmu). Titik kritisnya terjadi pada saat munculnya kebijakan dari Kementrian Agama untuk men-standarnasional-kan Ujian Tulis Pendidikan Agama dua tahun terakhir ini. Jika tidak bijak mensikapinya, Pendidikan Agama akan semakin jauh dari harapan karena guru dan murid akan lebih terfokus (baca: terhantui) pada materi kognitif yang justru akan semakin membebani baik sekolah, guru maupun muridnya. Bagi guru yang mampu mensikapinya dengan arif akan terasa lebih santai karena guru tidak akan terbebani oleh kekhawatiran nilai kognitif siswanya yang rendah karena memang kemampuan kognitif siswa tidak selalu paralel dengan tingkatan moralitasnya. Setidaknya hal ini dibuktikan oleh  banyaknya kasus, seperti Gayus Tambunan yang secara kognitif cerdas karena dia lulusan salah satu sekolah terbaik di Indonesia, tetapi secara moral tidaklah demikian.

Oleh karena itu wajar kiranya jika Pendidikan Agama dan para guru agama dinilai gagal dan banyak menuai kritik sebagai pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya tindakan amoral dan kriminal di kalangan remaja sekolah. Terlebih lagi masih sering munculnya berbagai terror  yang menimbulkan perasaan tak nyaman (terancam) dalam situasi saling mencurigai antar penganut agama, kelompok dan etnis tertentu. Bahkan mereka menjadi mudah terprovokasi untuk saling serang hingga memakan banyak korban. Semua itu seolah-olah menyempurnakan anggapan betapa tidak berdayanya Pendidikan Agama menghadapi persoalan krusial dalam realitas masyarakat majemuk di Indonesia.

Dalam situasi seperti ini guru agama dituntut mampu memainkan perannya yang strategis dalam menanamkan keyakinan dan pemahaman keagamaan yang benar dan “ramah” kepada anak didiknya. Karena keyakinan itulah yang akan diekskpresikan anak didiknya di tengah kehidupan nyata.
  
v  Pembinaan mental Spiritual
Pembinaan mental seseorang dimulai sejak ia kecil. Semua pengalaman yang dilalui baik yang disadari atau tidak, ikut mempengaruhi dan menjadi unsur-unsur yang bergabung dalam kepribadian seseorang. Diantara unsur-unsur terpenting tersebut yang akan menentukan corak kepribadian seseorang dikemudian hari ialah nilai-nilai yang diambil dari lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Nilai-nilai yang dimaksud adalah :
·         Agama
·         Moral
·         Sosial
Apabila dalam pengalaman waktu kecil itu banyak didapat nilai-nilai agama, maka kepribadiannya akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Demikian sebaliknya, jika nilai-nilai yang diterimanya itu jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh pula dari agama dan relatif mudah goncang. Karena nilai-nilai positif yang tetap dan tidak berubah-ubah sepanjang zaman adalah nilai-nilai agama, sedang nilai-nilai sosial dan moral yang didasarkan pada selain agama akan sering mengalami perubahan, sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karena itulah maka mental (kepribadian) yang hanya terbina dari nilai-nilai sosial dan moral yang mungkin berubah dan goyah itu, akan membawa kepada kegoncangan jiwa apabila tidak diimbangi dengan nilai keagamaan.

Diantara faktor-faktor yang menambah besarnya kebutuhan remaja pada agama adalah perasaan berdosa yang sering terjadi pada masa ini. Seperti:
·         keadaan tidak berdaya dalam menghadapi dorongan atau hasrat seksual
·          konflik dengan orang tua yang dianggap terlalu mencampuri kehidupan pribadinya
·         keinginan kuat untuk mandiri namun ketika dihadapkan pada kenyataan dan kesulitan hidup yang merupakan konsekuensi logis dari keinginan mandiri
pasa masa ini remaja menjadi goyah dan setumpuk masalah lain termasuk masalah pergaulan sesama remaja serta upaya adaptasinya secara lebih mempribadi dengan lingkungan sekitar. Semua itu baik secara langsung maupun tidak langsung akan me’maksa’ remaja untuk mencari bantuan diluar dirinya berupa suatu kekuatan yang diyakini mampu menolong dirinya manakala ia tidak sanggup lagi bertahan. 

Untuk itu ia akan memerlukan kepercayaan yang sungguh-sungguh kepada Tuhan, sehingga bantuan luar yang diharapkannya tidak menyesatkan dan menggoyahkan pertumbuhan mentalnya.Jika sedari kecil si remaja yang goncang itu tidak pernah menerima didikan agama maka boleh jadi ia akan mencari pegangan dengan datang ke dukun-dukun atau yang lebih bahaya membiarkan dan menjerumuskan dirinya sendiri dalam lingkaran pergaulan yang tidak sehat. Kenakalan-kenakalan remaja yang mengejala belakangan ini merupakan contoh konkret dari fenomena remaja yang kehilangan pegangan hidup.


G. METODE PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA

                 1.      Metode Mutual Education
Adalah suatu metode mendidik secara kelompok seperti yang dicontohkan oleh Nabi SAW, misalnya praktek sholat berjama’ah.

                 2.      Metode Pendidikan Dengan Cara Instruksional

Adalah mengajarkan tentang ciri-ciri orang yang beriman dalam bersikap dan bertingkah laku agar mereka dapat mengetahui bagaimana seharusnya mereka bersikap dan berbuat dalam kehidupan sehari-hari.

                 3.      Metode Bercerita
Adalah mengisahkan peristiwa atau sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut ketaatan dan kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi SAW yang hadir ditengah-tengah mereka.

                 4.      Metode Bimbingan Dan Penyuluhan
Adalah dimana manusia akan mampu mengatasi segala bentuk kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan taqwanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

                 5.      Metode Pemberian, Contoh, Atau Teladan
Dimana Allah menunjukkan contoh keteladan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW yang mengandung nilai paedagogis bagi manusia. Selain itu anak didik cenderung meneladani pendidiknya dan secara paedagogis anak memang senang meniru baik itu yang baik maupun yang buruk.

                 6.      Metode Diskusi
Metode ini juga diperhatikan oleh al-qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.

                   7.      Metode Tanya Jawab
Metode ini merupakan metode paling tua dalam pendidikan dan pengajaran disamping metode khutbah.

                 8.      Metode Imstal/Perumpamaan
Metode ini digunakan untuk menyampaikan materi tentang kekuasaan Tuhan dalam menciptakan hal-hal yang haq dan yang bathil. Contoh perumpamaan: “orang-orang yang berlindung kepada selain Allah SWT adalah seperti laba-laba yang membuat rumah”. Padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.

                    9.      Metode Targhib Dan Tarhib
Targhib adalah janji terhadap kesenangan dan kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Sedangkan tarhib adalah ancaman karena dosa yang dilakukan. Hal ini tidak sama dengan metode ganjaran dan hukuman, adapun perbedaannya adalah:

No
Targhib dan Tarhib
Ganjaran dan hukuman
1
Lebih teguh
Bersandar pada dunia
2
Mengandung aspek iman
Tidak mengandung aspek iman
3
Secara operasional mudah dilaksanakan
Harus ditemukan sendiri oleh guru
4
Lebih universal, karena bagi siapa dan kapan saja
Disesuaikan orang dan tempat tertentu
5
Lebih lemah kedudukannya.
Lebih nyata

                 10.  Metode Taubat Dan Ampunan
Cara membangkitkan jiwa dari rasa frustasi kepada kesegaran hidup dan optimisme dalam belajar seseorang, dengan memberikan kesempatan bertaubat dari kesalahan/kekeliruan yang telah lampau yang diikuti dengan pengampunan atas dosa dan kesalahan. Dengan cara ini orang akan mengalami katarisasi (pembersihan batin) sehingga memungkinkan timbulnya sikap dan perasaan mampu untuk berbuat yang lebih baik dan diiringi dengan sikap optimisme dan harapan hidup dimasa depan.
BAB III

KESIMPULAN
·         Penutup
Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar